Dekan FTSP ITN Malang, Dr. Debby Budi Susanti, ST., MT., (empat dari kanan) bersebelahan dengan Kaprodi Arsitektur S-1 ITN Malang, Ir. Gaguk Sukowiyono, MT., dan Kades Pongangan Aang Chunaifi.


Malang, ITN.AC.ID – Tim mahasiswa Institut Teknologi Nasional Malang (ITN Malang) berhasil menyelesaikan rancangan site plan wisata Desa Pongangan, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik. Hasil site plan wisata yang diberi nama “Tebing Lowo” ini dipresentasikan pada focus group discussion (FGD) antara pihak kampus, pemerintah desa, dan masyarakat setempat pada akhir Oktober 2024 lalu.

Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP), ITN Malang, Dr. Debby Budi Susanti, ST., MT., menyatakan, desain/site plan wisata desa merupakan kerja sama antara FTSP ITN Malang dengan Desa Pongangan. FGD akhir antara kampus dengan pihak desa telah terlaksana dengan lancar. Bahkan pihak desa menyetujui desain yang dibuat oleh mahasiswa ITN Malang. Selanjutnya akan berlanjut ke tahap penyusunan rencana anggaran biaya (RAB) yang akan dilaksanakan oleh mahasiswa Teknik Sipil S-1 ITN Malang.

“Dengan adanya RAB nantinya bisa diajukan sebagai anggaran pembangunan desa tahun depan. Menurut Bapak Kades rencananya awal tahun depan akan membuka jalur akses menuju ke lokasi tersebut,” jelas Debby saat ditemui di Kampus 1 ITN Malang, Senin, (04/11/2024). Saat FGD Debby didampingi oleh Kaprodi Arsitektur S-1 ITN Malang, Ir. Gaguk Sukowiyono, MT., dan beberapa dosen FTSP lainnya.

Program Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN T) melibatkan 14 mahasiswa FTSP ITN Malang. Terdiri dari Prodi Arsitektur 4 mahasiswa, Teknik Geodesi 9 mahasiswa, dan Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) satu mahasiswa. Mereka selama dua bulan tinggal di Desa Pongangan untuk menggali potensi desa. Mahasiswa berbagi tugas untuk mewujudkan keinginan warga desa memiliki tempat wisata.

Baca juga:ITN Malang Siap Dampingi Tiga Desa dalam Pembangunan Desa di Jawa Timur

Menurut Debby, dengan adanya KKN T ITN Malang khususnya FTSP bisa melihat skill mahasiswa dalam mengadopsi secara langsung masukan dari masyarakat dan menuangkannya ke dalam desain. Dari sini mahasiswa akan terlatih dalam mengidentifikasi permasalahan dan menggali potensi di desa, meningkatkan kemampuan adaptasi dengan situasi dan kondisi masyarakat, meningkatkan kepedulian, serta mampu meningkatkan soft skill mahasiswa seperti kemitraan, kerja sama tim, dll.

“Harapannya study base by project FTSP ITN Malang terus berlanjut. Mahasiswa benar-benar terjun ke lapangan untuk studi langsung, tidak hanya di bangku kuliah. Mereka bisa terlibat langsung di masyarakat, mitra, maupun stakeholder. Nantinya kerja sama tidak hanya dengan desa, tapi juga mitra, dan daerah,” lanjutnya.

Site plan wisata desa “Tebing Lowo” mengangkat konsep bioklimatik. Bioklimatik adalah pendekatan desain bangunan yang mempertimbangkan kondisi iklim dan lingkungan setempat. Tujuannya untuk menciptakan bangunan yang nyaman dan sehat bagi penghuni, dengan tetap menjaga lingkungan.

Menurut Yusdihadi Rahawarin, dengan konsep bioklimatik desain dirancang mempertimbangkan kontur alam, lingkungan, dan iklim yang ada di Tebing Lowo. Tebing lowo sendiri diambil dari nama lokasi yang dijadikan site plan. Kawasan Tebing Lowo awalnya merupakan kawasan bekas galian tambang kapur yang menghasilkan lubang seperti goa. Lokasi ini mangkrak bertahun-tahun dan menjadi habitat bagi kawanan kelelawar (lowo dalam bahasa Jawa).

Tim KKN T ITN Malang presentasi site plan wisata desa Tebing Lowo, di Desa Pongangan, Kecamatan Manyar, Gresik.

“Lokasi ini oleh masyarakat setempat disebut Goa Lowo. Awalnya pihak desa mengusulkan (nama) wisata Gua Lowo. Namun setelah kami survei sekarang lowonya sudah tidak ada, maka kami menamakan desain wisata ini dengan nama “Tebing Lowo”. Tempatnya memang berpotensi sebagai tempat wisata karena ikonik,” ujar mahasiswa Arsitektur S-1 ITN Malang ini saat ditemui di tempat terpisah.

Menurut Yusdi, kawasan Tebing Lowo memiliki luas 1,2 hektar. Terdapat dua tebing tinggi, dan jika sore tiba akan menampilkan pemandangan senja yang indah. Desain Tebing Lowo memiliki beberapa fasilitas, seperti kolam renang, gedung serbaguna, waterboom, amphitheater, grand house, area glamping, flaying flog, playground, tempat makan, dan lain-lain. Mahasiswa arsitektur tidak lupa menambahkan desain sayap lowo untuk transformasi bentuk atap bangunan. Desain lowo juga ditempatkan di gapura masuk dan tempat parkir sebagai lambang ikonik.

Membuat site plan wisata desa tidak hanya membuat desain saja, mahasiswa ITN Malang juga harus memperhitungkan akses ke lokasi. Pasalnya, untuk menuju ke Tebing Lowo warga Desa Pongangan belum memiliki akses jalan sendiri. Mereka harus memutar dan melewati desa yang bersebelahan. Hal ini tentunya akan menyulitkan akses wisatawan di kemudian hari. Untuk itu peran mahasiswa Teknik Geodesi S-1 ITN Malang sangat diperlukan untuk menentukan jalur akses masuk yang aman.

“Bersyukur ada data dari teman-teman teknik geodesi. Mereka melihat bahwa ada potensi jalur untuk akses jalan dengan melewati rumah warga. Jadi, kami yang dari arsitektur bagian mendesain, teknik geodesi mengambil data kontur, dan PWK pemetaan wilayah lokasi wisata, serta diskusi terkait aksesibilitas (ukuran kemudahan untuk mencapai suatu lokasi atau tempat),” beber Yusdi.

Baca juga:KKN Tematik Arsitektur Desa Kemantren Bidik Wisatawan Bromo

Aditya Chesta Adabi, mahasiswa Teknik Geodesi S-1 menambahkan, tim teknik geodesi melakukan pengukuran langsung di Desa Pongangan kurang lebih satu minggu. Sementara untuk mengolah data dilakukan secara berkala. Pengukuran yang dilakukan adalah pengukuran GPS metode statik dan RTK (Real Time Kinematik). Serta, pengukuran survey topografi menggunakan Total Station untuk mendapatkan koordinat polygon dan detail lokasi.

Alhamdulillah tim kami tidak menghadapi kendala yang berarti. Hanya saja kami sempat mengajukan peminjaman alat GPS di kampus. Karena kondisi lapangan yang tidak memungkinkan untuk dilakukannya pengukuran topografi menggunakan TS (Total Station). TS hanya bisa mengcover 40 persen, sedangkan sisanya kami mengambil sampel ketinggian tanah menggunakan alat GPS,” terangnya. (Mita Erminasari/Humas ITN Malang)